PEMIKIRAN
EKONOMI ISLAM
MENURUT
ABU UBAID
Makalah
ini
Disusun
guna memenuhi tugas
Mata
Kuliah : Sejarah Ekonomi Islam
Dosen
Pengampu : Dr. Ali Murtadlo M.Ag
Disusun
oleh :
Ali Mustakim (1405026009)
Agus Tri Budiyarno (1405026008)
Muhammad Fahma (1405026007)
EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
IAIN
WALISONGO SEMARANG
2014
KATA
PENGANTAR
بِسْـــمِ اللهِ الرَّحْمــنِ الرَّ حِيْـــمِ
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik.
Sholawat serta salam
kita tujukan kepada Nabi Muhammad SAW, dimana kita selalu mengharapkan
Syafaatnya di hari akhir nanti.
Kami
sebagai penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari sempurna, karena disini
penulis masih belajar, dan masih perlu bimbingan yang lebih lanjut lagi untuk
mengembangkan potensi dibidangnya masing-masing. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ini.
Semoga
dengan disusunnya Makalah ini dapat menambah wawasan, pengetahuan dan
bermanfaat bagi kita semua. Amiin....
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Semarang, 15 Oktober 2014
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi Islam adalah
ekonomi yang berdasarkan Al-qur’an dan Hadis. Dalam agama Islam banyak mengkaji
tentang berbagai masalah ekonomi dan bagaimana cara pemecahannya yang sesuai
dengan syari’at Islam.
Dari itulah banyak
bermunculan tentang pemikiran ekonomi Islam, salah satu tokohnya adalah Abu
Ubaid. Selain menjadi seorang cendikiawan beliau juga ahli dalam bidang hadis (muhaddis)
dan ahli fiqih (fuqaha) yang terkemuka pada masanya[1].
Bentuk-bentuk pemikiran
Abu Ubaid banyak ditujukan kepentingan umum dan kesejahteraan umat, karena
beliau ingin kehidupan masyarakat muslim itu sejahtera. Perekonomian itu tidak
hanya pejabat yang berkuasa saja yang kaya, tetapi rakyat juga bisa menikmati
kekayaan dari suatu daerah atau negara tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka dapat diuraikan rumusan masalah sebagai berikut :
a)
Riwayat Singkat Abu Ubaid
b)
Pandangan Ekonomi Menurut Abu Ubaid
c)
Ringkasan Singkat Kitab Al –Amwal
d)
Karya – Karya Abu Ubaid
C. Tujuan Pembelajaran Pemikiran
Ekonomi Islam Abu Ubaid
Berdasarkan ruang lingkup pembahasan masalah dalam tulisan di atas, maka
difokuskan tujuan makalah ini yaitu :
a.
Memberikan
informasi tentang karakteristik ekonomi Islam model Abu Ubaid.
b.
Memberikan
informasi tentang latar belakang kehidupan Abu Ubaid.
c.
Memberikan
informasi tentang keunggulan-keunggulan tersendiri dari karya-karya yang
dimiliki Abu Ubaid.
d.
Memberikan
informasi tentang keahlian-keahlian yang dimiliki Abu Ubaid.
BAB II
A.
Riwayat Singkat Abu Ubaid
Abu Ubaid yang bernama lengkap
Al-Qasim bin Sallam bin Miskin bin Zaid Al-harawi Al-Azadi al-Baghdadi. Ia
lahir pada tahun 150 H, ada pendapat lain mengatakan beliau lahir pada tahun
154 H di kota Harrah, Khaurasan, sebelah barat laut Afganistan. Ayahnya
keturunan Byzantium yang menjadi maula suku azad.[2]
Ia belajar pertama kali di kota
asalnya, lalu pada usia 20-an pergi ke Kufah, Basrah dan Baghdad untuk belajar tata
bahasa Arab, Qira’ah,Tafsir,Hadis,dan Fiqih ( dimana tidak dalam satu
bidang pun ia bermazhab tetapi mengikuti dari paham tengah campuran) [3].
Meskipun fakta menunjukkan bahwa
Abu Ubaid adalah seorang ahli Fiqih yang independen, moderat, dan handal
dalam berbagai bidang keilmuan membuat beberapa ulama Syafi’i dan Hambali
menklaim bahwa Abu Ubaid adalah berasal dari kelompok mazhab mereka.
Tetapi dalam kitab Al – Amwal tidak
ada di sebut nama Abu Abdullah Muhammad ibn Idris Asy - Syafi’i maupun nama
Ahmad ibn Hambal, melainkan ia sangt sering mengutip pandangan Malik ibn Anas
dan pandangan sebagian besar ulama Madhab Syafi’i lainnya. Ia juga mengutip beberapa
ijtihad Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad ibn Al-hassan asy-Syaibani. Menurut
Abu Bakar ibn Al-Anbari, Abu Ubaid membagi malamnya pada 3 bagian, 1/3 nya
untuk tidur, 1/3 nya untuk sholat malam dan 1/3 nya untuk mengarang. Bagi Abu
Ubaid satu hari mengarang itu lebih utama baginya dari pada menggoreskan pedang
di jalan Allah.
Kemudian ia tinggal di Baghdad
selama 10 tahun, setelah itu dia berhaji dan tinggal di mekkah sampai wafatnya
pada tahun 224 H.
B.
Pandangan Ekonomi Menurut Abu Ubaid
1.
Filosofi Hukum dari Sisis Hukum
Jika isi buku al amwal Abu Ubaid dievaluasi dari sisi filsafat hukum maka
akan tampak bahwa Abu Ubaid menekankan keadilan sebagai prinsip utama. Baginya,
tujuan dari prinsip ini akan membawa kepada kesejahteraan ekonomi dan
keselarasan sosial. Pada dasarnya ia memiliki pendekatan yang berimbang kepada
hak-hak individual, publik dan negara, jika kepentingan individual berbenturan
dengan kepentingan publik maka ia akan berpihak pada kepentingan publik.[4]
Tulisan-tulisan Abu Ubaid lahir pada masa Abasiyah sehingga banyak
pemikirannya menekankan pada kebijakan pemerintah untuk membuat suatu
keputusan. Khalifah diberikan kebebasan dalam memilih diantara pandangan Abu
Ubaid, yang terpenting berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis serta untuk kepentingan
umum.
Contoh, Abu Ubaid berpendapat bahwa zakat dari tabungan dapat diberikan
pada negara ataupun penerimanya sendiri. Sedangkan zakat komoditas harus
diberikan kepada pemerintah, jika tidak maka kewajiban agama diasumsikan tidak
ditunaikan.[5] Abu Ubaid juga mengakui otoritas
pemerintah dalam memutuskan, apakah akan membagikan kepada penakluk ataupun
membiarkan kepemilikannya kepada penduduk setempat. Abu Ubaid juga menegaskan
bahwa kas negara tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pemimpin.
Berkaitan
dengan pajak tanah dan poll-tax, ia menyinggung tentang pentingnya
keseimbangan antara kekuatan finansial penduduk non-muslim yang dalam bahasa
modern disebut capacity to pay dan juga memperhatikan kepentingan para
penerimanya yaitu golongan muslim.[6]
Dengan demikian Abu Ubaid berusaha menghentikan diskriminasi (penindasan) dalam
perpajakan.
2.
Dikotomi Badui – Urban
Pembahasan
mengenai dikotomi dilakukan Abu Ubaid ketika menyoroti alokasi pendapatan fai’.
Berbeda dengan kaum Badui, kaum Urban (perkotaan) :
1.
ikut serta dalam keberlangsungan negara dengan
berbagai kewajiban administrasi dari semua muslim.
2.
Memelihara dan memperkuat pertahanan sipil
melalui mibilisasi jiwa dan harta mereka.
3.
Menggalakkan pendidikan dan pengajaran melalui
pembelajaran dan pengajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah, serta penyebaran
keunggulannya(keunggulan kualitas isinya).
4.
Melakukan kontribusi terhadap keselarasan
sosial melalui pembelajaran dan penerapan Hudud.
5.
Memberikan contoh universalisme islam dengan
sholat berjamaah pada waktu jum’at.
Dari
keterangan di atas dapat diketahui bahwa Abu Ubaid mengembangkan suatu negara
dengan sistem administrasi yang baik. Diantara administrasi tersebut ialah:
a)
Pertahanan
b)
Pendidikan
c)
Hukum
Semua kaum
mendapatkan alokasi dari fai’ tersebut, sedangkan kaum badui biasanya
tidak ikut serta melaksanakan kewajiban publik seperti sebagaimana kewajiban
kaum urban.
Sehingga kaum
badui tidak menerima manfaat pendapatan fai’ seperti kaum Urban. Kaum Badui
hanya dapat mengklaim sementara terhadap pendapatan fai’ yang hanya saat
terjadi kondisi krisis seperti saat terjadi invasi atau penyerangan musuh,
kekeringan yang dahsyat, dan kerusuhan sipil.
3.
Kepemilikan dalam konteks kebijakan Perbaikan
Pertanian
Abu Ubaid
mengakui adanya kepemilikan pribadi dan kepemilikan publik[7].
Sesuatu yang baru dalam hubungan antara kepemilikan dengan kebijakan perbaikan
pertanian ditemukan oleh Abu Ubaid: yaitu berupa kebijakan pemerintah, seperti Iqta’
tanah gurun dan deklarasi resmi terhadap kepemilikan individu atas tanah
tandus yang disuburkan. Maka tanah tersebut diberikan dengan persyaratan diolah
dan dibebaskan dari membayar pajak, tetapi jika tanah tersebut di biarkan
menganggur selama 3 tahun berturut-turut, maka akan di denda dan dialihkan
kepemilikan atas nama tanah tersebut.
Tanah gurun
yang termasuk dalam hima juga akan di reklamasikan jika tidak ditanami selama 3
tahun dapat ditempati orang lain. Menurut Abu Ubaid sumber dari publik seperti
Air, Padang rumput Pengembalaan, dan Tambang minyak tidak boleh di monopoli
seperti pada Hima. [8]
Semua sumber daya tersebut dikelola untuk negara dan mensejahterakan
masyarakat.
4.
Pertimbangan kebutuhan
Pertimbangan
kebutuhan yang di maksud adalah Abu Ubaid sangat tidak setuju ketika pembagian
zakat dibagikan merata kepada 8 kelompok penerima zakat. Karena masing-masing
di antara8 penerima zakat mempunyai kebutuhan yang berbeda, sehingga zakat
tidak harus sama bagiannya.
Abu Ubaid
tidak memberikan hak zakat kepada orang-orang yang memiliki 40 dirham atau
harta lainnya yang setara, dan di sisi lain orang yang memiliki 200 dirham
wajib mengeluarkan zakat. Dari keterangan di atas, Abu Ubaid meng
identifikasikan ada tiga kelompok sosio-ekonomi yang berkaitan dengan status
zakat yaitu:
Ø Kalangan orang
kaya yang terkena wajib zakat.
Ø Kalangan
menengah yang tidak terkena wajib zakat, tetapi juga tidak berhak menerima
zakat.
Ø Kalangan
penerima zakat.
Cara
mendistribusikan zakat kepada kalangan penerima zakat, Abu Ubaid mengumpulkan
zakat tersebut kepada petugas pengumpul zakat (amil) dan memberikan zakat
sesuai hak-nya.
5.
Fungsi Uang
Abu Ubaid
mengakui adanya dua fungsi uang, yaitu uang sebagai standar nilai pertukaran
dan media pertukaran. Dengan demikian dapat diketahui Abu Ubaid mendukung
tentang teori konvensional mengenai uang logam. Meskipun Abu Ubaid tidak menyebutkan fungsi penyimpanan
nilai (store of ualue) dari emas dan perak[9]. Abu
Ubaid mengungkap sebuah bab terpisah dalam kitab Al-Amwal yang menceritakan
usaha khalifah Abdul Malik ibn Marwan dalam melakukan standarisasi dari
berbagai mata uang yang ada dalam sirkulasi[10].
C.
Ringkasan Singkat Kitab Al –Amwal
Di dalam kitab Al-Amwal Abu Ubaid
mengatakan bahwa seorang pemimpin itu wajib memusyawarahkan keputusan-keputusan
ekonomi pada kaum muslimin serta bertanggung jawaab atas perekonomian kaum
muslimin. Sedangkan rakyat berkewajiban mengontrol pemerintah di dalam
melaksanakan kebijakan ekonomi. Beliau juga mengatakan bahwa pelaku ekonomi
harus seorang yang bertaqwa kepada allah dan jujur (Ringkasan Singkat Kitab Al
–Amwal[11]).
Tampak bahwa kitab Al –Amwal secara
khusus memusatkan perhatian pada keuangan publik ( public finance ),
akan tetapi dapat dikatakan bahwa sebagian besar materi yang ada di dalamnya
membahas administrasi pemerintah secara umum. Referensi utama Abu Ubaid,
sebagaimana ulama muslim lainnya, adalah A-Qur’an dan sunah Nabi, baginya
otoritas Al-Qur’an di atas Al-hadis. Walaupun sebenarnya Al-hadis adalah
penjelas dari Al-Qur’an. Penjelasan dari para sahabat, tabi’in dan at-bi’in di
padangnya sederajat lebih rendah di banding hadis. Namun, ia akan
mengesampingkannya apabila di pandang bertentangan dengan hadis.
D.
Karya – Karya Abu Ubaid
Hasil karyannya ada sekitar 20,
baik dalam bidang ilmu Nahwu, Qira’ah, Fiqih, Syair dan lain-lain. Yang
terbesar dan terkenal adalah Kitab Al –Amwal dalam bidang Fiqih. kitab
Al –Amwal dari Abu Ubaid merupakan suatu karya yang lengkap tentang keuangan
negara dalam islam.
Buku ini sangat kaya dengan sejarah
perekonomian dari paruh pertama Abad ke 2 H. Buku ini juga merupakan rangkuman
( compendium ) tradisi asli ( authentic ) dari Nabi dan Atsar
para sahabat dan tabi’in tentang masalah ekonomi.[12] Sedikitnya
ada 4 jenis produk hukum islam yang ada selama ini, yaitu kitab-kitab Fiqih,
keputusan-keputusan pengadilan agama, peraturan perundangan di
negeri-negeri muslim, dan fatwa-fatwa.
Sejarah telah membuktikan bahwa
meskipun ketika di tulis kibab-kitab Fiqih itu tidah dimaksudkan untuk
diberlakukan secara umum disuatu negeri, dalam kenyataan beberapa buku Fiqih
tentu telah di perlakukan sebagai kitab undang-undang [13].
KESIMPULAN
Abu Ubaid
merupakan tokoh ekonomi klasik yang mengedepankan kepentingan publik dan
kemaslahatan umat. Dalam pemikirannya melakukan pendekatan yang berimbang pada
hak individual, publik, dan negara. Jika kepentingan individu berbenturan
dengan kepentingan publik maka ia memilih kepentingan publik.
Seperti
tergambar dalam karya monumentalnya kitab Al-Amwal, Abu Ubaid tampak jelas
berusaha mengartikulasikan ajaran islam dalam aktivitas kehidupan umat manusia
sehari-hari. Menurut Abu Ubaid pemberian hibah dalam berbagai bentuknya yang
dilakukan negara atau penguasa terhadap seseorang atau sekelompok orang harus
berdasarkan pada besarnya pengabdian yang di berikan kepada masyarakat[14].
Dengan kata lain Abu Ubaid menyatakan kebijakan negara yang hanya menguntungkan
sekelompok masyarakat dan membebani masyarakat lain harus di hindari. Keuangan
negara juga harus dikelola dan di manfaatkan untuk kepentingan publik.
Abu Ubaid
memiliki beberapa pandangan tentang ekonomi, di antaranya dikotomi Badui dan
Urban, yaitu membandingkan masyarakat kota dan desa. Beliau juga memiliki
kebijakan bagaimana mengelola lahan pertanian, supaya produksi pertanian
meningkaat dan bisa mencukupi kebutuhan masyarakat.
Abu Ubaid juga
memiliki pendapat bahwa dalam pembagian zakat kepada 8 kelompok penerima tidak
harus sama atau harus sesuai hak dan kebutuhannya. Semua hal ini ditujukan
untuk kepentingan umat dan kesejahteraan umat.
DAFTAR PUSTAKA
Chamid, Nur. Jejak Langkah Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam, jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006.
http://wwwmuhammadisnan.blogspot.com/2012/05/pemikiran-ekonomi-abu-ubaid.html (selasa, 14 okt 2014).
[1]
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. 2006), 265.
[2]
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. 2006), 264
[3]
Nur Chamid, jejak langkah sejarah pemikiran ekonomi islam, ( yogyakarta
: Pustaka Pelajar. 2010 ) 175 .
[4]
http://wwwmuhammadisnan.blogspot.com/2012/05/pemikiran-ekonomi-abu-ubaid.html
(selasa, 14 okt 2014).
[5]
Nur Chamid, jejak langkah sejarah pemikiran ekonomi islam, ( yogyakarta
: Pustaka Pelajar. 2010 ) 189.
[6]
Ibid., 190.
[7]
Adiwarman Azwar Karim, sejarah pemikiran ekonomi islam, (jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. 2006) 277.
[8]
Nur Chamid, jejak langkah sejarah pemikiran ekonomi islam, ( yogyakarta
: Pustaka Pelajar. 2010 ) 192.
[9]
Ibid., 194.
[10]
Ibid., 195.
[11]
Ibid., 185 .
[12]
Ibid., 177 .
[13]
Ibid., 179 .
[14]
Adiwarman Azwar Karim, sejarah pemikiran ekonomi islam, (jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. 2006) 201.