Senin, 11 Mei 2015

Pemikiran Ekonomi Islam menurut Abu Ubaid



PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM
MENURUT ABU UBAID

Makalah ini
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Sejarah Ekonomi Islam
Dosen Pengampu : Dr. Ali Murtadlo M.Ag



 








         


  Disusun oleh :
Ali Mustakim           (1405026009)
Agus Tri Budiyarno (1405026008)
Muhammad Fahma (1405026007)



EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
IAIN WALISONGO SEMARANG
2014




KATA PENGANTAR

بِسْـــمِ اللهِ الرَّحْمــنِ الرَّ حِيْـــمِ

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik.
Sholawat serta salam kita tujukan kepada Nabi Muhammad SAW, dimana kita selalu mengharapkan Syafaatnya di hari akhir nanti.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari sempurna, karena disini penulis masih belajar, dan masih perlu bimbingan yang lebih lanjut lagi untuk mengembangkan potensi dibidangnya masing-masing. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ini.
Semoga dengan disusunnya Makalah ini dapat menambah wawasan, pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin....
Wassalamualaikum Wr.Wb.


Semarang, 15 Oktober 2014


 Penulis







BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berdasarkan Al-qur’an dan Hadis. Dalam agama Islam banyak mengkaji tentang berbagai masalah ekonomi dan bagaimana cara pemecahannya yang sesuai dengan syari’at Islam.
Dari itulah banyak bermunculan tentang pemikiran ekonomi Islam, salah satu tokohnya adalah Abu Ubaid. Selain menjadi seorang cendikiawan beliau juga ahli dalam bidang hadis (muhaddis) dan ahli fiqih (fuqaha) yang terkemuka pada masanya[1].
Bentuk-bentuk pemikiran Abu Ubaid banyak ditujukan kepentingan umum dan kesejahteraan umat, karena beliau ingin kehidupan masyarakat muslim itu sejahtera. Perekonomian itu tidak hanya pejabat yang berkuasa saja yang kaya, tetapi rakyat juga bisa menikmati kekayaan dari suatu daerah atau negara tersebut.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diuraikan rumusan masalah sebagai berikut :
a)      Riwayat Singkat Abu Ubaid
b)      Pandangan Ekonomi Menurut Abu Ubaid
c)      Ringkasan Singkat Kitab Al –Amwal
d)     Karya – Karya Abu Ubaid

C.       Tujuan Pembelajaran Pemikiran Ekonomi Islam Abu Ubaid
Berdasarkan ruang lingkup pembahasan masalah dalam tulisan di atas, maka difokuskan tujuan makalah ini yaitu :
a.            Memberikan informasi tentang karakteristik ekonomi Islam model Abu Ubaid.
b.           Memberikan informasi tentang latar belakang kehidupan Abu Ubaid.
c.            Memberikan informasi tentang keunggulan-keunggulan tersendiri dari karya-karya yang dimiliki Abu Ubaid.
d.           Memberikan informasi tentang keahlian-keahlian yang dimiliki Abu Ubaid. 






BAB II



A.    Riwayat Singkat Abu Ubaid
Abu Ubaid yang bernama lengkap Al-Qasim bin Sallam bin Miskin bin Zaid Al-harawi Al-Azadi al-Baghdadi. Ia lahir pada tahun 150 H, ada pendapat lain mengatakan beliau lahir pada tahun 154 H di kota Harrah, Khaurasan, sebelah barat laut Afganistan. Ayahnya keturunan Byzantium yang menjadi maula suku azad.[2]
Ia belajar pertama kali di kota asalnya, lalu pada usia 20-an pergi ke Kufah, Basrah dan Baghdad untuk belajar tata bahasa Arab, Qira’ah,Tafsir,Hadis,dan Fiqih ( dimana tidak dalam satu bidang pun ia bermazhab tetapi mengikuti dari paham tengah campuran) [3].
Meskipun fakta menunjukkan bahwa Abu Ubaid adalah seorang ahli Fiqih yang independen, moderat, dan handal dalam berbagai bidang keilmuan membuat beberapa ulama Syafi’i dan Hambali menklaim bahwa Abu Ubaid adalah berasal dari kelompok mazhab mereka.
Tetapi dalam kitab Al – Amwal tidak ada di sebut nama Abu Abdullah Muhammad ibn Idris Asy - Syafi’i maupun nama Ahmad ibn Hambal, melainkan ia sangt sering mengutip pandangan Malik ibn Anas dan pandangan sebagian besar ulama Madhab Syafi’i lainnya. Ia juga mengutip beberapa ijtihad Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad ibn Al-hassan asy-Syaibani. Menurut Abu Bakar ibn Al-Anbari, Abu Ubaid membagi malamnya pada 3 bagian, 1/3 nya untuk tidur, 1/3 nya untuk sholat malam dan 1/3 nya untuk mengarang. Bagi Abu Ubaid satu hari mengarang itu lebih utama baginya dari pada menggoreskan pedang di jalan Allah.
Kemudian ia tinggal di Baghdad selama 10 tahun, setelah itu dia berhaji dan tinggal di mekkah sampai wafatnya pada tahun 224 H.


B.     Pandangan Ekonomi Menurut Abu Ubaid
1.      Filosofi Hukum dari Sisis Hukum
Jika isi buku al amwal Abu Ubaid dievaluasi dari sisi filsafat hukum maka akan tampak bahwa Abu Ubaid menekankan keadilan sebagai prinsip utama. Baginya, tujuan dari prinsip ini akan membawa kepada kesejahteraan ekonomi dan keselarasan sosial. Pada dasarnya ia memiliki pendekatan yang berimbang kepada hak-hak individual, publik dan negara, jika kepentingan individual berbenturan dengan kepentingan publik maka ia akan berpihak pada kepentingan publik.[4]
Tulisan-tulisan Abu Ubaid lahir pada masa Abasiyah sehingga banyak pemikirannya menekankan pada kebijakan pemerintah untuk membuat suatu keputusan. Khalifah diberikan kebebasan dalam memilih diantara pandangan Abu Ubaid, yang terpenting berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis serta untuk kepentingan umum.
Contoh, Abu Ubaid berpendapat bahwa zakat dari tabungan dapat diberikan pada negara ataupun penerimanya sendiri. Sedangkan zakat komoditas harus diberikan kepada pemerintah, jika tidak maka kewajiban agama diasumsikan tidak ditunaikan.[5]  Abu Ubaid juga mengakui otoritas pemerintah dalam memutuskan, apakah akan membagikan kepada penakluk ataupun membiarkan kepemilikannya kepada penduduk setempat. Abu Ubaid juga menegaskan bahwa kas negara tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pemimpin.
Berkaitan dengan pajak tanah dan poll-tax, ia menyinggung tentang pentingnya keseimbangan antara kekuatan finansial penduduk non-muslim yang dalam bahasa modern disebut capacity to pay dan juga memperhatikan kepentingan para penerimanya yaitu golongan muslim.[6] Dengan demikian Abu Ubaid berusaha menghentikan diskriminasi (penindasan) dalam perpajakan.

2.      Dikotomi Badui – Urban
Pembahasan mengenai dikotomi dilakukan Abu Ubaid ketika menyoroti alokasi pendapatan fai’. Berbeda dengan kaum Badui, kaum Urban (perkotaan) :
1.         ikut serta dalam keberlangsungan negara dengan berbagai kewajiban administrasi dari semua muslim.
2.         Memelihara dan memperkuat pertahanan sipil melalui mibilisasi jiwa dan harta mereka.
3.         Menggalakkan pendidikan dan pengajaran melalui pembelajaran dan pengajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah, serta penyebaran keunggulannya(keunggulan kualitas isinya).
4.         Melakukan kontribusi terhadap keselarasan sosial melalui pembelajaran dan penerapan Hudud.
5.         Memberikan contoh universalisme islam dengan sholat berjamaah pada waktu jum’at.
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa Abu Ubaid mengembangkan suatu negara dengan sistem administrasi yang baik. Diantara administrasi tersebut ialah:
a)         Pertahanan
b)         Pendidikan
c)         Hukum
Semua kaum mendapatkan alokasi dari fai’ tersebut, sedangkan kaum badui biasanya tidak ikut serta melaksanakan kewajiban publik seperti sebagaimana kewajiban kaum urban.
Sehingga kaum badui tidak menerima manfaat pendapatan fai’ seperti kaum Urban. Kaum Badui hanya dapat mengklaim sementara terhadap pendapatan fai’ yang hanya saat terjadi kondisi krisis seperti saat terjadi invasi atau penyerangan musuh, kekeringan yang dahsyat, dan kerusuhan sipil.

3.      Kepemilikan dalam konteks kebijakan Perbaikan Pertanian
Abu Ubaid mengakui adanya kepemilikan pribadi dan kepemilikan publik[7]. Sesuatu yang baru dalam hubungan antara kepemilikan dengan kebijakan perbaikan pertanian ditemukan oleh Abu Ubaid: yaitu berupa kebijakan pemerintah, seperti Iqta’ tanah gurun dan deklarasi resmi terhadap kepemilikan individu atas tanah tandus yang disuburkan. Maka tanah tersebut diberikan dengan persyaratan diolah dan dibebaskan dari membayar pajak, tetapi jika tanah tersebut di biarkan menganggur selama 3 tahun berturut-turut, maka akan di denda dan dialihkan kepemilikan atas nama tanah tersebut.
Tanah gurun yang termasuk dalam hima juga akan di reklamasikan jika tidak ditanami selama 3 tahun dapat ditempati orang lain. Menurut Abu Ubaid sumber dari publik seperti Air, Padang rumput Pengembalaan, dan Tambang minyak tidak boleh di monopoli seperti pada Hima. [8] Semua sumber daya tersebut dikelola untuk negara dan mensejahterakan masyarakat.

4.      Pertimbangan kebutuhan
Pertimbangan kebutuhan yang di maksud adalah Abu Ubaid sangat tidak setuju ketika pembagian zakat dibagikan merata kepada 8 kelompok penerima zakat. Karena masing-masing di antara8 penerima zakat mempunyai kebutuhan yang berbeda, sehingga zakat tidak harus sama bagiannya.
Abu Ubaid tidak memberikan hak zakat kepada orang-orang yang memiliki 40 dirham atau harta lainnya yang setara, dan di sisi lain orang yang memiliki 200 dirham wajib mengeluarkan zakat. Dari keterangan di atas, Abu Ubaid meng identifikasikan ada tiga kelompok sosio-ekonomi yang berkaitan dengan status zakat yaitu:
Ø  Kalangan orang kaya yang terkena wajib zakat.
Ø  Kalangan menengah yang tidak terkena wajib zakat, tetapi juga tidak berhak menerima zakat.
Ø  Kalangan penerima zakat.
Cara mendistribusikan zakat kepada kalangan penerima zakat, Abu Ubaid mengumpulkan zakat tersebut kepada petugas pengumpul zakat (amil) dan memberikan zakat sesuai hak-nya.

5.      Fungsi Uang
Abu Ubaid mengakui adanya dua fungsi uang, yaitu uang sebagai standar nilai pertukaran dan media pertukaran. Dengan demikian dapat diketahui Abu Ubaid mendukung tentang teori konvensional mengenai uang logam. Meskipun  Abu Ubaid tidak menyebutkan fungsi penyimpanan nilai (store of ualue) dari emas dan perak[9]. Abu Ubaid mengungkap sebuah bab terpisah dalam kitab Al-Amwal yang menceritakan usaha khalifah Abdul Malik ibn Marwan dalam melakukan standarisasi dari berbagai mata uang yang ada dalam sirkulasi[10].



C.    Ringkasan Singkat Kitab Al –Amwal

Di dalam kitab Al-Amwal Abu Ubaid mengatakan bahwa seorang pemimpin itu wajib memusyawarahkan keputusan-keputusan ekonomi pada kaum muslimin serta bertanggung jawaab atas perekonomian kaum muslimin. Sedangkan rakyat berkewajiban mengontrol pemerintah di dalam melaksanakan kebijakan ekonomi. Beliau juga mengatakan bahwa pelaku ekonomi harus seorang yang bertaqwa kepada allah dan jujur (Ringkasan Singkat Kitab Al –Amwal[11]).
Tampak bahwa kitab Al –Amwal secara khusus memusatkan perhatian pada keuangan publik ( public finance ), akan tetapi dapat dikatakan bahwa sebagian besar materi yang ada di dalamnya membahas administrasi pemerintah secara umum. Referensi utama Abu Ubaid, sebagaimana ulama muslim lainnya, adalah A-Qur’an dan sunah Nabi, baginya otoritas Al-Qur’an di atas Al-hadis. Walaupun sebenarnya Al-hadis adalah penjelas dari Al-Qur’an. Penjelasan dari para sahabat, tabi’in dan at-bi’in di padangnya sederajat lebih rendah di banding hadis. Namun, ia akan mengesampingkannya apabila di pandang bertentangan dengan hadis.

 
D.    Karya – Karya Abu Ubaid

Hasil karyannya ada sekitar 20, baik dalam bidang ilmu Nahwu, Qira’ah, Fiqih, Syair dan lain-lain. Yang terbesar dan terkenal adalah Kitab Al –Amwal dalam bidang Fiqih. kitab Al –Amwal dari Abu Ubaid merupakan suatu karya yang lengkap tentang keuangan negara dalam islam.
Buku ini sangat kaya dengan sejarah perekonomian dari paruh pertama Abad ke 2 H. Buku ini juga merupakan rangkuman ( compendium ) tradisi asli ( authentic ) dari Nabi dan Atsar para sahabat dan tabi’in tentang masalah ekonomi.[12] Sedikitnya ada 4 jenis produk hukum islam yang ada selama ini, yaitu kitab-kitab Fiqih, keputusan-keputusan pengadilan agama, peraturan perundangan di negeri-negeri muslim, dan fatwa-fatwa.
Sejarah telah membuktikan bahwa meskipun ketika di tulis kibab-kitab Fiqih itu tidah dimaksudkan untuk diberlakukan secara umum disuatu negeri, dalam kenyataan beberapa buku Fiqih tentu telah di perlakukan sebagai kitab undang-undang [13].





KESIMPULAN

Abu Ubaid merupakan tokoh ekonomi klasik yang mengedepankan kepentingan publik dan kemaslahatan umat. Dalam pemikirannya melakukan pendekatan yang berimbang pada hak individual, publik, dan negara. Jika kepentingan individu berbenturan dengan kepentingan publik maka ia memilih kepentingan publik.
Seperti tergambar dalam karya monumentalnya kitab Al-Amwal, Abu Ubaid tampak jelas berusaha mengartikulasikan ajaran islam dalam aktivitas kehidupan umat manusia sehari-hari. Menurut Abu Ubaid pemberian hibah dalam berbagai bentuknya yang dilakukan negara atau penguasa terhadap seseorang atau sekelompok orang harus berdasarkan pada besarnya pengabdian yang di berikan kepada masyarakat[14]. Dengan kata lain Abu Ubaid menyatakan kebijakan negara yang hanya menguntungkan sekelompok masyarakat dan membebani masyarakat lain harus di hindari. Keuangan negara juga harus dikelola dan di manfaatkan untuk kepentingan publik.
Abu Ubaid memiliki beberapa pandangan tentang ekonomi, di antaranya dikotomi Badui dan Urban, yaitu membandingkan masyarakat kota dan desa. Beliau juga memiliki kebijakan bagaimana mengelola lahan pertanian, supaya produksi pertanian meningkaat dan bisa mencukupi kebutuhan masyarakat.
Abu Ubaid juga memiliki pendapat bahwa dalam pembagian zakat kepada 8 kelompok penerima tidak harus sama atau harus sesuai hak dan kebutuhannya. Semua hal ini ditujukan untuk kepentingan umat dan kesejahteraan umat.







DAFTAR PUSTAKA

Chamid, Nur. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006.







[1] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006), 265.
[2] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006), 264
[3] Nur Chamid, jejak langkah sejarah pemikiran ekonomi islam, ( yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2010 ) 175 .
[5] Nur Chamid, jejak langkah sejarah pemikiran ekonomi islam, ( yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2010 ) 189.
[6] Ibid., 190.
[7] Adiwarman Azwar Karim, sejarah pemikiran ekonomi islam, (jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006)  277.
[8] Nur Chamid, jejak langkah sejarah pemikiran ekonomi islam, ( yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2010 ) 192.
[9] Ibid., 194.
[10] Ibid., 195.
[11] Ibid., 185 .
[12] Ibid., 177 .
[13] Ibid., 179 .
[14] Adiwarman Azwar Karim, sejarah pemikiran ekonomi islam, (jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006) 201.