Selasa, 28 April 2015

INFLASI dan DEVALUASI



INFLASI dan DEVALUASI

Harga barang akan terus meningkat apabila jumlah barang yang dibutuhkan menurun atau terbatas, sedangkan jumlah permintaan meningkat. Ciri dari barang tersebut adalah yang bersifat bisa memuaskan konsumen, memiliki penjualan yang menonjol, bahkan barang yang mempunyai prestasi paling baik.
Barang-barang elektronik salah satunya, berdampak luar biasa terhadap kehidupan manusia. Secara mendasar ia telah mengubah sistem nilai, cara berpikir, wawasan, dan mengubah hubungan manusia dengan lingkungannya, baik dengan alam sekitarnya maupun dengan sesamanya. Perubahan itu berdampak pada meningkatnya permintaan konsumen secara terus-menerus, sesuai dengan barang yang di anggap bisa memenuhi kebutuhan atau kepuasan konsumen tersebut.
Selain itu, jika suatu negara bisa menghasilkan produk-produk yang berkualitas dan merk-merk yang berkelas, maka maka nilai ekspor barang akan lebih tinggi, dan sebaliknya produk-produk yang kualitasnya di bawah kualitas negara tersebut , maka akan lebih sedikit produk-produk yang di inpor ke dalam negeri. Hal ini akan berpengaruh pada menurunnya nilai tukar dalam negeri terhadap nilai mata uang asing.
Dalam kondisi seperti ini, tidak hanya barang-barang elektronik saja yang bisa mempengaruhi perekonomian, tetapi juga barang-barang lain, seperti: alat-alat kosmetik, pakaian, kendaraan, dan masih banyak lagi produk-produk yang lain.

Ali Mustakim (1405026009)

EKONOMI ISLAM

UIN WALISONGO
SEMARANG
2014-2015

Rabu, 22 April 2015

Tafsir Al-Qur'an Surah Hud



TAFSIR AL-QUR’AN SURAH HUD

Menurut Tafsir Al-Mishbah 

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas
Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah : Ulumul Qur’an 

Dosen Pengampu : H.Dede Rodin, M.Ag,. Lc




Disusun oleh:


Ali Mustakim              1405026009 (EIA)


 EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM  NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2014-2015 






 

BAB I
                                            PENDAHULUAN

بِـسْــــمِ اللهِ الـرَّ حْمٰـنِ الـرَّ حِـيـْــــــمِ 

  Puji syukur kepada Allah swt., yang telah memberi karunia-Nya kepada penulis, yaitu karunia Sehat dan Sempat, serta nikmat Ilmu yang telah diberikan-Nya. Sehingga penulis  bisa menyelesaikan karya ilmiah ini, meskipun mungkin ada kekurangan bahkan kesalahan yang belum sesuai dengan harapan dosen pengempu.  
   Dalam penulisan makalah ini, penulis berpedoman kepada Kitab Tafsir Al-Qur’an secara Tahlili yang ditulis oleh tokoh yang sangat terkemuka di indonesia ini. Yaitu: M. Quraish Shihab. Penulis juga menjelaskan arti kata yang mengandung makna tertentu, dan bahkan sering kali menjadi perdebatan.
Selain menjelaskan arti perkata(mufrodat), penulis juga menulis dan menjelaskan Asbabun Nuzul dan Hubungan(munasabah) antara ayat sebelumnya atau ayat sesudahnya, dan antara surah Hud dengan surah lainnya.
Dengan adanya karya ilmiah yang kami buat ini, semoga tulisan kami ini dapat bermanfaat atau memotifasi bagi para pembaca.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan apablila masih ada kekurangan, penulis mengharapkan kritikan atau saran dari teman-teman semua, terutama kepada dosen yang mengajar mata kuliah ini.


Semarang, 31 Desember 2014

      Penulis,
           
                      
Ali Mustakim                   







BAB II
PEMBAHASAN

A.          Latar Belakang

Qur’an Surah Hud ini terdiri dari 123 ayat dan tergolong surah Makiyyah. Surah ini merupakan surah ke-52 dari segi tertib turunnya. Ia turun sesudah surah Yunus, dan sebelum surah yang akan datang, yakni surah Yusuf.
Surah ini dinamai surah Hud karena di dalamnya terulang nama Nabi Hud a.s., sebanyak lima kali dan uraian menyangkut kisah beliau merupakan uraian terpanjang bila dibandingkan dengan uraian-uraian tentang beliau di surah-surah yang lain.
Surah ini tidak dikenal nama lain dari kumpulan ayat-ayat ini selain surah Hud. Surah ini juga berbicara tentang keistimewaan Al-Qur’an. Kitab yang agung tuntunannya dan yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi oleh Allah swt., sendiri tanpa campuran tangan makhluk.
Kemudian setelah keistimewaannya yang demikian agung dalam kedudukannya sebagai satu kitab yang utuh, ia bertambah istimewa lagi karena ayat-ayatnya dijelaskan oleh Allah swt.,  secara terperinci dari Allah swt., kepada Nabi Muhammad saw.
Setelah diturunkannya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw., Allah memerintahkan Nabi saw., supaya memberikan kabar yang ada di dalam Al-Qur’an kepada makhluk yang ada di di alam dunia ini (manusia dan jin).
Kabar yang ada di dalam Al-Qur’an tersebut adalah berupa kabar pemberian peringatan kepada orang-orang yang durhaka dan berita gembira kepada mereka yang taat kepada-Nya.





B.          Metode Tahlili Tafsir Al-Mishbah dalam Q.S Hud

a.        Mufradat (arti per-kata)
v ayat: 1
Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.
·       Kata  ) اُ حْكِمَتْ uhkimat( terambil dari kata احكم  )ahkama( yang maknanya menghalangi, dan akar katanya حُكُمْ  (hukum( yang berarti menghalangi terjadinya penganiayaan. yaitu kitab Al-Qur’an adalah kitab yang terpelihara dari segala macam kekurangan, terhalang dari segala macam kesalahan, kebohongan dan kepalsuan, tersusun sedemikian rapi dan serasi sehingga tidak ada celah untuk mengoreksi atau mengeritiknya.

v  ayat: 3
 
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.

·       Kataمَتَا عاً حَسَناً  )mata’an hasanan( artinya kenikmatan yang baik, yaitu sesuatu yang tidak disertai dengan kekeruhan serta relatif lama dan menyertai siapa yang dianugerahi itu, sehingga ini mengisyaratkan usia yang panjang serta kenikmatan yang memadai.
·       Kata فَضْلٍ )fadhl( pada mulanya berarti kelebihan. Ia juga berarti keutamaan dan pemberiaan tanpa imbalan atau bukan karena kewajiban, tetapi semata-mata karena kebaikan dan kasih sayang.

v  ayat: 6
 
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).

·  Kata دَآبَةٍ  (dabbah( dari kataدَبَّ-يَدٌبُّ  )dabba-yadubbu( yang berarti bergerak dan merangkak. Ia bisa digunakan makhluk selain manusia, tetapi makna dasarnya mencakup manusia. Yakni difungsikan dirinya tidak tinggal diam menanti rezeki tetapi agar mereka harus bergerak guna memeroleh rezeki yang disediakan Allah swt.

v  ayat: 7
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata".
·  Kata عَرْشُ )‘arsy( dari segi bahasa adalah tempat duduk raja atau singgasana. Karena tingginya tempat itu dibanding dengan tempat yang lain, maka kata ini biasa juga dipahami dalam arti kekuasaan atau ilmu.

v  ayat: 9

Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.
·  Kata اَذَقْنَا )adzaqna( dari kata ذَوق )dzawq( yang berarti mencicipi dengan mulut untuk memeroleh rasanya. kata ini mengisyaratkan bahwa betapapun banyak dan lamanya nikmat itu bersama seseorang, ia pada hakikatnya hanya sedikit bagaikan sekedar mencicipinya.

v  ayat: 13

Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".

·  Kata مِــثْلــِـهِ )mitslihi( untuk menegaskan bahwa yang serupa dengannya (Al-Qur’an) pun mereka tidak mampu membuatnya, apalagi yang lebih baik darinya. Ayat ini adalah tantangan Allah kepada orang-orang yang ragu akan kebenaran yang terkandung di dalam Al-Qur’an.



v  ayat: 20

Orang-orang itu tidak mampu menghalang-halangi Allah untuk (mengazab mereka) di bumi ini, dan sekali-kali tidak adalah bagi mereka penolong selain Allah. Siksaan itu dilipat gandakan kepada mereka. Mereka selalu tidak dapat mendengar (kebenaran) dan mereka selalu tidak dapat melihat(nya).

·  Kata الأَرْضُ )al-ardh( mengisyaratkan bahwa tidak ada satu tempat pun di dunia ini yang dapat mereka jadikan perlindungan untuk luput dari kejaran siksanya (Allah swt).

v  ayat: 23

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.
·  Kata أَخْبَتُوْا )akhbatu( terambil dari kata الحَبَتْ )al-khabt( diibaratkan dengan tanah yang mantap, dengan demikian apabila hati seseorang tulus lagi merendahkan diri kepada Allah swt., maka hatinya tidak akan diguncang oleh keraguan tetapi tenang dan mantap atas apapun yang mereka hadapi.


v  ayat: 31

Dan aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa): "Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah, dan aku tiada mengetahui yang ghaib", dan tidak (pula) aku mengatakan: "Bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat", dan tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: "Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka". Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka; sesungguhnya aku, kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang zalim.

·  Kata خَزَاءِنْ )khaza’in( menggambarkan aneka anugerah dan nikmat Ilahi yang sangat berharga. Ia diibaratkan dengan sesuatu yang disimpan rapi dalam brankas, tidak diketahui oleh orang lain dan kadarnya, tidak diketahui juga bagaimana cara membukanya.

v  ayat: 34

Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasehatku jika aku hendak memberi nasehat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu, Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan".

·  Kata لَكُمْ )lakum( pada kata أَنْصَحَ لَكُمْ )anshaha lakum( memberi isyarat bahwa nasihat yang disampaikan itu semata-mata khusus buat mereka, tidak ada manfaat yang diharapkan oleh penyampainya kecuali keridhaan Allah swt., semata.




v  ayat: 41

Dan Nuh berkata: "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya". Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
·  Kata مَجْرَا هَا )majraha( terambil dari kata جَرَ ى )jara( yakni perjalanan/pelayaran. Sedangkan kata مُرْسَا هَا )mursaha( terambil dari kataرَسَى  )rasa( yang bermakna berhenti/berlabuh. Patron kedua kata itu dapat berarti Waktu dan Tempat.

v  ayat: 48

Difirmankan: "Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami".

·  Kata سَلاَ مْ )salam( terdiri dari huruf sin, lam, dan mim. Makna dasar dari ketiga huruf tersebut adalah luput dari kekurangan, kerusakan, dan aib.

v  ayat: 50

Dan kepada kaum 'Ad (Kami utus) saudara mereka, Huud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja.
·  Kata اَخَا هُمْ  )akhahum( (saudara) terambil dari kata أَخْ )akh(, yang berarti sama/serupa. Seseorang yang serupa/sama ayah dan ibunya dinamai bersaudara. Tetepi, tentu keserupaan bukan hanya terbatas pada ibu bapak, bisa juga serupa/sama pada ibu saja, nenek moyang, agama, wilayah hunian, atau kemanusiaan.

v  ayat: 52

Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa".

·  Kata  مِدْ رَارَا )midraran( dari kata اَلدَّ رُور )ad-darur( yaitu menuang dengan sangat banyak. Sebagian ulama berpendapat kata tersebut dari kata اَلدّرْ )ad-darr( yang berarti air susu, kemudian maknanya berkembang menjadi hujan serta segala sesuatu yang bermanfaat. hal ini behubungan dengan kaum Hud yang dikenal sebagai masyarakat petani. Sehingga, turunnya hujan merupakan nikmat yang besar untuk mengairi pertanian mereka sekaligus untuk menampung air di musim panas.

v  ayat: 67

Dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumahnya,

·  Kata جَا ثْمِيْنْ )jatsimin( jamak dari kata جَا ثِمْ  )jatsim( yang bermakna tertelungkup dengan dadanya sambil melengkungkan betis sebagaimana halnya kelinci. Ini adalah gambaran dari ketiadaan gerak anggota tubuh, atau dengan kata lain, ia menggambarkan kematian.

v  ayat: 74

Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, diapun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth.

·  Kata يُجَـــــادِلُــــنَا  ) yujadiluna( dari kata جِدَالْ )jidal( yang berarti berdiskusi, yakni menyampaikan pandangan dan alasan kepada mitra bicara dan mendengar alasan dan penjelasan mitra bicara, masing-masing berusaha meyakinkan mitranya tentang kebenaran pendapat yang diajukannya.

v  ayat: 80

Luth berkata: "Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)".

·  Kata أَوَّاهْ )awwah( adalah yang banyak berkata “ah”, yakni mengisyaratkan salah satu sifat terpuji Nabi Ibrahim as., yaitu perhatian beliau yang sangat besar terhadap penderitaan orang lain. Kata ini juga dipahami dalam arti banyak berdo’a.

v  ayat: 85

Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.

·  Kata  تَعْـــثَـــوْا )ta’tsaw( dari kata عَــثَاءْ  )atsa’( dan عَــاثَ  )‘atsa( yakni jangan melakukan perusakan dengan sengaja. Kata ini mengisyaratkan bahwa kesegeraan/tergesa-gesa akibat mengikuti nafsu tidak menghasilkan kecuali perusakan.

v  ayat: 88

Syu'aib berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.

·  Kata تَوْفِــيْــــــــقُ )taufiq( yang bermakna sesuai, pada ayat ini dalam arti keberhasilan. Hal ini Nabi Syu’aib as., menegaskan bahwa keberhasilan beliau semata-mata atas anugerah dan perkenan Allah swt., tapa perkenan-Nya, ia tidak akan berhasil.

v  ayat: 91
Mereka berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami".

·  Kata رَهْــــط )rahth( (keluarga) berarti kekuatan, kemudian makna ini berkembang menjadi sekelompok orang yang beranggotakan tiga atau sembilan atau sepuluh orang.

v  ayat: 96

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan tanda-tanda (kekuasaan) Kami dan mukjizat yang nyata,

·  Kata  سُـــلْــطَانْ  )sulthan( dari kata yang bermakna menguasai. Dari sini, kata penguasa dinamai sulthan/sultan. Banyak ulama memahami bahwa bukti-bukti tersebut bisa berupa mukjizat yang bersifat material atau bisa juga bukti-bukti rasional dan emosional.

v  ayat: 99

Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia ini dan (begitu pula) di hari kiamat. La'nat itu seburuk-buruk pemberian yang diberikan.

·  Kata قِيْ هَذِهِ )fi hadzihi( (di sini) menunjuk ke dunia. Kata dunia tersebut mengisyaratkan tentang kerendahan nilai dan kemegahan duniawi kekuasaan Fir’aun  dengan  kepunahannya.

v  ayat: 100

Itu adalah sebahagian dan berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Muhammad); di antara negeri-negeri itu ada yang masih kedapatan bekas-bekasnya dan ada (pula) yang telah musnah.

·  Kata  قَـــــاءِمْ )qa’im( di sini adalah negeri-negeri yang memiliki peninggalan lama seperti, Kairo, Mesir (Piramid dan Sphinx), Yaman (Sana’a) peninggalan kaum Saba’ dan Tubba’, dan lain-lain yang tersebar.

v  ayat: 105

Di kala datang hari itu, tidak ada seorangun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia.

·  Firman-Nya: "maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang bahagia". Kata شَــقِيِّ )syaqiyy( adalah seseorang yang sedang bergelimang dalam kecelakaan dan kesengsaraan serta keburukan yang benar-benar tidak nyaman bagi yang bersangkutan, sedang kata  سَــعِيْــدْ  )sa’id( adalah lawannya.

v  ayat: 107

mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.

·  Kata فَعَّــالْ  )fa’al( )maha pelaksana) hanya ditemukan dua kali dalam Al-Qur’an, yakni pada ayat ini dan ayat 16 surah Al-Buruj. Keduanya dikemukakan dalam konteks ancaman.




v  ayat: 109

Maka janganlah kamu berada dalam keragu-raguan tentang apa yang disembah oleh mereka. Mereka tidak menyembah melainkan sebagaimana nenek moyang mereka menyembah dahulu. Dan sesungguhnya Kami pasti akan menyempurnakan dengan secukup-cukupnya pembalasan (terhadap) mereka dengan tidak dikurangi sedikitpun.

·  Kata نَصِيبْ   )nashib( dari kata نَصْبَ  )nashaba( berarti menegakkan sesuatu hingga nyata dan tampak. Yakni, walaupun mereka tidak disiksa di dunia, yakinlah bahwa siksa mereka akan diberikan secara sempurna di akhirat kelak.

v  ayat: 111


Dan sesungguhnya kepada masing-masing (mereka yang berselisih itu) pasti Tuhanmu akan menyempurnakan dengan cukup, (balasan) pekerjaan mereka. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.

·  Kata  لَــــــمَّا  )lamma( asalnya adalah  لِمَنْ مَــــا  )liman ma(, kata مَــــنْ  ) man( yang secara harfiah berarti siapa dipahami dalam arti jamak karena itu ia diterjemahkan dengan mereka.

v  ayat: 112


Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
·  Kata  فَـــــــاسْــتَقٍيْـــــــمِ  ) fastaqim( dari kata قَـــــامَ  ) qama( yang berarti mantap, terlaksana, berkonsentrasi, serta konsisten. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan keadaan yang terbaik dan sempurna bagi segala sesuatu sesuai dengan sifat dan cirinya.

v  ayat: 113

Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.

·  Kata تَرْكُـــنُــوْا  ) tarkunu( (cenderung) adalah kecenderungan kepada pendapat seseorang karena hati atau pikiran Anda menyetujui pendapatnya.

v  ayat: 115

Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.

·  Kata مُحْسِــنِيْـــنْ  ) muhsinin( adalah jamak dari muhsin. Menurut al-Harrali, sebagaimana dikutip al-Baqi’i adalah puncak kebaikan amal perbuatan.

v  ayat: 116

Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.

·  Kata اِلاَّ )illa( pada firman-Nya: اِلاَّ قَلِيْلَ   )illa qalilan( diterjemahkan dengan kecuali sedikit, yaitu orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka. Maksud dari kata ini adalah generasi terdahulu itu, mencegah kemungkaran, sedang yang lain tidak mencegahnya.

v  ayat: 117

Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.

·  Kata مُصْلِحُوْنَ )mushlihun( jamak dari kata mushlih. Yaitu seseorang dituntut setidaknya shalih, yakni memelihara nilai-nilai sesuatu sehingga kondisi sesuatu itu tetap bertahan sebagaimana mestinya, agar sesuatu itu tetap berfungsi dengan baik dan bermanfaat.

v  ayat: 120

Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.

·  Kata )  قُؤِّدْ  fu’ad( biasa disamakan dengan kata قَلْــــبُ  ) qalb(. Namun kata tersebut lebih banyak digunakan untuk menunjuk pada wadah pengetahuan dan kesadaran yang sangat mantap. Asy-Sya’rawi menjelaskan bahwa fu’ad adalah wadah keyakinan.

b.        Asbabun Nuzul

a)             Ayat: 5,. “Ingatlah, Sesungguhnya (orang munafik itu) memalingkan dada mereka untuk menyembunyikan diri daripadanya (Muhammad)*. Ingatlah, di waktu mereka menyelimuti dirinya dengan kain, Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka lahirkan,sesungguhnya Allah maha mengetahui segala isi hati.” (Hud:5)
*Maksudnya: menyembunyikan perasaan permusuhan dan kemunafikan mereka terhadap nabi Muhammad s.a.w.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa pada waktu itu banyak orang yang merasa malu apabila membuang hajat karena kemaluannya akan terlihat langit dan malu bercampur dengan istri karena kemaluannya akan terlihat langit. Maka turunlah ayat ini (Huud: 5) berkenaan dengan mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lain-lain, yang bersumber dari ‘Abdullah bin Syaddad bahwa apabila bertemu dengan Rasulullah saw. kaum munafikin suka memalingkan muka dan membalikkan badan agar tidak terlihat oleh beliau karena malu. Maka turunlah ayat ini (Huud: 5) yang menegaskan bahwa Allah Maha Mengetahui segala yang mereka sembunyikan. Maka turunlah ayat ini.

b)             Ayat: 8,. “Dan Sesungguhnya jika kami undurkan azab dari mereka sampai kepada suatu waktu yang ditentukan. niscaya mereka akan berkata: “Apakah yang menghalanginya?” lngatlah, diwaktu azab itu datang kepada mereka tidaklah dapat dipalingkan dari mereka dan mereka diliputi oleh azab yang dahulunya mereka selalu memperolok-olokkannya.” (Huud: 8)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Qatadah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij bahwa ketika turun ayat, iqtaraba linnaasi hisaabuhum…(telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka…) (al-Anbiyaa’: 1), berkatalah orang-orang: “Sesungguhnya saat (kiamat) telah dekat, maka berhentilah kalian dari perbuatan menipu.” Mereka pun berhenti sebentar, namun kembali melakukan tipu dayanya lebih jahat lagi. Maka turunlah ayat ini (Huud: 8) sebagai ancaman terhadap perbuatan mereka.
c)              Ayat: 15,. “Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan.” (Hud: 15)
Diriwayatkan oleh Ibni Katsir dari mujahid dan Anas bin Malik bahwasanya ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang munafik yang melakukan perbuatan baik karena ingin mendapat pujian orang lain, mereka telah terkena penyakit sriya’. (Tafsir Ibnu Katsir)

d)             Ayat: 114,. “Dan Dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (surah: Hud ayat 114)
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari Ibnu Ma’ud bahwa seorang laki-laki, setelah mencium seorang wanita, datang menghadap Rasulullah saw. seraya menerangkan peristiwa tersebut. Maka Allah menurunkan ayat ini (Huud: 114) yang menegaskan kejahatan itu dapat diampuni Allah dengan melaksanakan shalat lima waktu. Kemudian orang itu berkata: “Apakah ini hanya berlaku bagi orang yang ada sekarang saja?” Nabi menjawab: “Untuk semua umatku.”
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan lain-lain, yang bersumber dari Abul Yasar bahwa Abul Yasar kedatangan seorang wanita yang mau membeli kurma. Ia berkata: “Di rumahku ada kurma yang lebih baik daripada ini.” Maka masuklah wanita itu bersamanya, kemudian ia merangkul wanita itu dan menciumnya. Setelah itu ia menghadap Rasulullah saw. seraya menerangkan kejadian tersebut. Bersabdalah Rasulullah saw.: “Beginikah engkau apabila dititipi istri oleh suaminya yang sedang berperang?” Lama sekali Abul Yasar menundukkan kepala. Berkenaan dengan peristiwa tersebut, turunlah ayat ini (Huud: 114) yang memerintahkan untuk mendirikan shalat lima waktu, karena perbuatan yang baik dapat menghapus perbuatan yang tidak baik.
c.         Munasabah (hubungan) yang ada di dalam QS. Hud
1.      Munasabah Surah dengan Surah
Ø   QS. Hud: 1 dengan QS. Yunus: 109
Surah Yunus diakhiri dengan dengan anjuran agar mengikuti tuntunan kitab suci Al-Qur’an serta keharusan ta’bah dan bersabar menghadapi tantangan penyampaian dan pengamalannya. Sedangkan ayat pertama surah Hud ini berbicara tentang keistimewaan Al-Qur’an yang begitu agung dengan penciptaannya.
Ø   QS. Hud: 114 dengan QS. Al-Ankabut: 45
Shalat yang di maksud di sini adalah shalat wajib lima waktu. Sementara kaum Sufi memahaminya dalam arti perintah untuk melakukan kegiatan ibadah, baik yang wajib maupun sunnah, sepanjang hari.
Ø   QS. Hud: 118 dengan QS. Az-Zukhruf: 32
Perselisihan dan perbedaan yang terjadi pada manusia dapat menimbulkan kelemahan serta ketegangan antara mereka , tetapi dalam kehidupan ini ada perbedaan yang tidak dapat dihindari, yaitu ciri dan tabiat manusia yang pada gilirannya menimbulkan perbedaan-perbedaan dalam banyak hal.
2.      Munasabah Ayat dengan Ayat
Ø   QS. Hud: 6 dengan QS. Hud: 88
Munasabah ayat ini adalah bukti yang Allah berikan kepada nabi Syu’aib as. Yaitu berupa rezeki, rezeki di sini dimaknai dengan Kenabian nabi Syu’aib as.
Ø   QS. Hud:45-46 dengan QS. Hud:48
Dalam ayat ini Nabi Nuh as. Berdo’a agar anak dan istrinnya diselamatkan dari azab-Nya. Kemudian dijelaskan bahwa, Allah melarang memohon do’a keselamatan bagi orang kafir.
Ø   QS. Hud: 116-117 dengan QS. Hud: 102-103
Menurut Thahir Ibn ‘Asyur, ayat tersebut memerintahkan agar selalu Istiqomah serta melarang melampaui batas dan cenderung mengandalkan orang-orang yang zalim.
d.        Kandungan surah Hud
1.         Keimanan
Adanya 'Arsy-nya Allah, kejadian alam dalam 6 phase, dan adanya golongan-golongan manusia di hari kiamat.
2.         Hukum-hukum
Agama membolehkan menikmati yang baik-baik dan memakai perhiasan asal tidak berlebih-lebihan, tidak boleh berlaku sombong, tidak boleh berdo’a atau mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin menurut sunnah Allah.
3.         History (kisah-kisah)
Kisah dakwah nabi Nuh a.s. dan kaumnya, kisah dakwah nabi Hud a.s. dan kaumnya, kisah dakwah nabi Shaleh a.s. dan kaumnya, kisah dakwah nabi Ibrahim a.s. dan kaumnya, kisah nabi dakwah Syu'aib a.s. dan kaumnya, kisah dakwah nabi Luth a.s. dan kaumnya, kisah dakwah nabi Musa a.s. dan kaumnya.
4.         Dan lain-lain
Pelajaran-peIajaran yang diambil dari kisah-kisah para nabi, air sumber segala kehidupan (air wudhu’), sholat itu dapat memperkuat iman, sunnah Allah yang berhubungan dengan kebinasaan suatu kaum.


C.          LANGKAH-LANGKAH PENAFSIRAN TAFSIR AL-MISHBAH DALAM QS. HUD


                                       I.            Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Ø    QS. Hud: 3 dengan QS. Thaha: 124
Pada surah Hud Allah memerintahkan agar kita meminta ampunan dan bertaubat kepada-Nya. Sedangkan surah Thaha memberikan peringatan kepada kita bahwa, barangsiapa yang tidak melaksanakan perintah Allah, maka penghidupannya akan sempit.
Ø   QS. Hud: 31 dengan QS. Al-Furqon: 20
Allah telah memberikan cobaan kepada nabi Hud. Kemudian dijelaskan bahwa cobaan tersebut merupakan ujian dari Allah. Apakah nabi Hud tersebut bersabar atau tidak atas ujian tersebut.
Ø   QS. Hud: 61 dengan QS. Al-A’raf: 205
Ayat tersebut menyerukan kepada kaum kafir agar menyembah Allah dan selalu meminta pertolongan hanya kepada-Nya. Sedangkan bagi kaum muslim sendiri agar selalu instrofeksi dan selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan berdo’a kepada-Nya.

                                     II.            Tafsir Al-Qur’an dengan Hadis
ü  QS. Hud: 2 dengan Hadis
Dari Abu Dzar ra, dia berkata, “Nabi saw., bersabda, Jibril as. mendatangiku dengan membawa kabar gembira bahwa barang siapa di antar umatmu meninggal dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia masuk surga. Aku (Abu Dzar) bertanya, meskipun ia berzina dan mencuri? Nabi saw., menjawab, ‘Meskipun ia berzina dan mencuri’”. (HR. Muslim, 137)
ü  QS. Hud: 43 dengan Hadis
Dari Abdullah bin Umar r.a, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Jika Allah menghendaki siksaan untuk semua kaum, maka siksaan tersebut akan menimpa orang-orang yang ada di tengah-tengah mereka, kemudian mereka akan dibangkitkan sesuai dengan amalnya.” (HR. Muslim, 5127)
ü  QS. Hud: 114 dengan Hadis
Amir bin Rabi’ah berkata, Aku melihat Rasulullah dan beliau berada di atas kendaraan mengerjakan shalat pada malam hari. Beliau memberikan isyarat dengan kepalanya dengan menghadap ke arah mana saja kendaraannya menghadap. Beliau tidak pernah melakukannya pada shalat wajib.” (HR. Bukhari, 575)








 BAB III
PENUTUP
D.          Kesimpulan
Surah ini awalnya membahas tentang kisah nabi hud as., karena nama nabi hud as., banyak di sebut di dalam surah ini, demikian juga keluasan ilmu Allah yang menurunkan kitab suci Al-Qur’an serta memerintahkan untuk tidak menyembah selain Allah.
Sifat dasar manusia adalah, berputus asa saat kenikmatan dicabut dan lalai saat dilimpahkan rezeki. Orang-orang yang senantiasa berbuat baik dan bersabar, baik ketika berlimpah rezeki maupun ketika dalam keadaan kekurangan, akan dianugerahi oleh Allah ampunan dan pahala-Nya.
Di dalam surah ini juga membahas tentang cerita-cerita yang di alami oleh nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw., dan umatnya. Sedangkan cerita-cerita tersebut dapat dijadikan pelajaran bagi kita.
 Agama membolehkan kita untuk menikmati semua perhiasan yang ada di dunia, tetapi hal tersebut di larang jika manusia selalu berlebih-lebihan. Kemudian selain dilarang berlebih-lebihan, kita juga dilarang berlaku sombong kepada orang yang ada di sekitar kita atau orang yang ada di bawah kita.
Surah ini memberi gambaran masalah orang-orang yang berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan, tetapi mereka hanya ingin memperoleh pujian semata. Orang-orang yang seperti ini akan dibinasakan oleh Allah, seperti umat-umat terdahulu.