TAFSIR AL-QUR’AN SURAH HUD
Menurut Tafsir Al-Mishbah
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas
Ujian Akhir Semester
Mata
Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen
Pengampu : H.Dede Rodin, M.Ag,. Lc
Disusun
oleh:
Ali Mustakim 1405026009 (EIA)
EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2014-2015
BAB
I
PENDAHULUAN
بِـسْــــمِ
اللهِ الـرَّ حْمٰـنِ الـرَّ حِـيـْــــــمِ
Puji syukur
kepada Allah swt., yang telah memberi karunia-Nya kepada penulis, yaitu karunia Sehat dan Sempat, serta
nikmat Ilmu yang telah diberikan-Nya. Sehingga penulis bisa
menyelesaikan karya ilmiah ini, meskipun mungkin ada kekurangan bahkan kesalahan yang
belum sesuai dengan harapan dosen pengempu.
Dalam
penulisan makalah ini, penulis berpedoman kepada Kitab Tafsir Al-Qur’an secara
Tahlili yang ditulis oleh tokoh yang sangat terkemuka di indonesia ini. Yaitu:
M. Quraish Shihab. Penulis juga menjelaskan arti kata yang mengandung makna
tertentu, dan bahkan sering kali menjadi perdebatan.
Selain menjelaskan arti perkata(mufrodat), penulis
juga menulis dan menjelaskan Asbabun Nuzul dan Hubungan(munasabah)
antara ayat sebelumnya atau ayat sesudahnya, dan antara surah Hud dengan surah
lainnya.
Dengan adanya karya ilmiah yang
kami buat ini, semoga tulisan kami ini dapat bermanfaat atau memotifasi bagi
para pembaca.
Demikianlah yang dapat penulis
sampaikan apablila masih ada kekurangan, penulis mengharapkan kritikan atau
saran dari teman-teman semua, terutama kepada dosen yang mengajar mata kuliah
ini.
Semarang, 31 Desember 2014
Penulis,
Ali Mustakim
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang
Qur’an Surah Hud ini terdiri dari
123 ayat dan tergolong surah Makiyyah. Surah ini merupakan surah ke-52
dari segi tertib turunnya. Ia turun sesudah surah Yunus, dan sebelum surah yang
akan datang, yakni surah Yusuf.
Surah ini dinamai surah Hud karena di dalamnya terulang nama Nabi
Hud a.s., sebanyak lima kali dan uraian menyangkut kisah beliau merupakan
uraian terpanjang bila dibandingkan dengan uraian-uraian tentang beliau di
surah-surah yang lain.
Surah ini tidak dikenal nama lain dari kumpulan ayat-ayat ini selain surah
Hud. Surah ini juga berbicara tentang keistimewaan Al-Qur’an. Kitab yang
agung tuntunannya dan yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi oleh Allah swt.,
sendiri tanpa campuran tangan makhluk.
Kemudian setelah keistimewaannya
yang demikian agung dalam kedudukannya sebagai satu kitab yang utuh, ia
bertambah istimewa lagi karena ayat-ayatnya dijelaskan oleh Allah swt., secara terperinci dari Allah swt., kepada
Nabi Muhammad saw.
Setelah diturunkannya Al-Qur’an
kepada Nabi Muhammad saw., Allah memerintahkan Nabi saw., supaya memberikan
kabar yang ada di dalam Al-Qur’an kepada makhluk yang ada di di alam dunia ini
(manusia dan jin).
Kabar yang ada di dalam Al-Qur’an
tersebut adalah berupa kabar pemberian peringatan kepada orang-orang yang durhaka
dan berita gembira kepada mereka yang taat kepada-Nya.
B.
Metode Tahlili
Tafsir Al-Mishbah dalam Q.S Hud
a.
Mufradat
(arti per-kata)
v
ayat: 1
Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi
serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha
Bijaksana lagi Maha Tahu.
· Kata ) اُ
حْكِمَتْ uhkimat( terambil dari kata احكم )ahkama( yang maknanya menghalangi, dan akar katanya حُكُمْ (hukum( yang berarti menghalangi terjadinya penganiayaan. yaitu kitab Al-Qur’an adalah
kitab yang terpelihara dari segala macam kekurangan, terhalang dari segala
macam kesalahan, kebohongan dan kepalsuan, tersusun sedemikian rapi dan serasi
sehingga tidak ada celah untuk mengoreksi atau mengeritiknya.
v
ayat: 3
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya.
(Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang
baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia
akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan)
keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan
ditimpa siksa hari kiamat.
· Kataمَتَا عاً حَسَناً )mata’an hasanan( artinya
kenikmatan yang baik, yaitu sesuatu yang tidak disertai dengan kekeruhan serta
relatif lama dan menyertai siapa yang dianugerahi itu, sehingga ini
mengisyaratkan usia yang panjang serta kenikmatan yang memadai.
· Kata فَضْلٍ )fadhl( pada mulanya berarti kelebihan. Ia juga berarti keutamaan dan pemberiaan tanpa imbalan atau bukan karena kewajiban, tetapi
semata-mata karena kebaikan dan kasih sayang.
v ayat: 6
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).
· Kata دَآبَةٍ (dabbah( dari kataدَبَّ-يَدٌبُّ )dabba-yadubbu( yang
berarti bergerak dan merangkak. Ia bisa
digunakan makhluk selain manusia, tetapi makna dasarnya mencakup manusia. Yakni
difungsikan dirinya tidak tinggal diam menanti rezeki tetapi agar mereka harus
bergerak guna memeroleh rezeki yang disediakan Allah swt.
v
ayat: 7
Dan Dialah yang menciptakan langit
dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air,
agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu
berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan
sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini
tidak lain hanyalah sihir yang nyata".
· Kata عَرْشُ )‘arsy( dari segi bahasa adalah tempat duduk raja atau singgasana. Karena
tingginya tempat itu dibanding dengan tempat yang lain, maka kata ini biasa
juga dipahami dalam arti kekuasaan atau ilmu.
v
ayat: 9
Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat
(nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia
menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.
· Kata اَذَقْنَا )adzaqna( dari kata ذَوق )dzawq( yang berarti mencicipi dengan mulut untuk memeroleh
rasanya. kata ini mengisyaratkan bahwa betapapun banyak dan lamanya nikmat itu
bersama seseorang, ia pada hakikatnya hanya sedikit bagaikan sekedar mencicipinya.
v
ayat: 13
Bahkan mereka mengatakan:
"Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu", Katakanlah: "(Kalau
demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang
menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain
Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".
· Kata مِــثْلــِـهِ )mitslihi( untuk
menegaskan bahwa yang serupa dengannya (Al-Qur’an) pun mereka tidak mampu
membuatnya, apalagi yang lebih baik darinya. Ayat ini adalah tantangan Allah
kepada orang-orang yang ragu akan kebenaran yang terkandung di dalam Al-Qur’an.
v
ayat: 20
Orang-orang itu tidak mampu
menghalang-halangi Allah untuk (mengazab mereka) di bumi ini, dan sekali-kali
tidak adalah bagi mereka penolong selain Allah. Siksaan itu dilipat gandakan
kepada mereka. Mereka selalu tidak dapat mendengar (kebenaran) dan mereka
selalu tidak dapat melihat(nya).
· Kata الأَرْضُ )al-ardh( mengisyaratkan
bahwa tidak ada satu tempat pun di dunia ini yang dapat mereka jadikan
perlindungan untuk luput dari kejaran siksanya (Allah swt).
v
ayat: 23
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah
penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.
· Kata أَخْبَتُوْا )akhbatu( terambil dari kata الحَبَتْ )al-khabt( diibaratkan
dengan tanah yang mantap, dengan demikian apabila hati seseorang tulus lagi
merendahkan diri kepada Allah swt., maka hatinya tidak akan diguncang oleh
keraguan tetapi tenang dan mantap atas apapun yang mereka hadapi.
v
ayat: 31
Dan aku tidak mengatakan kepada kamu
(bahwa): "Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah, dan
aku tiada mengetahui yang ghaib", dan tidak (pula) aku mengatakan:
"Bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat", dan tidak juga aku
mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu:
"Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka".
Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka; sesungguhnya aku, kalau
begitu benar-benar termasuk orang-orang yang zalim.
· Kata خَزَاءِنْ )khaza’in( menggambarkan
aneka anugerah dan nikmat Ilahi yang sangat berharga. Ia diibaratkan dengan
sesuatu yang disimpan rapi dalam brankas, tidak diketahui oleh orang lain dan
kadarnya, tidak diketahui juga bagaimana cara membukanya.
v
ayat: 34
Dan tidaklah bermanfaat kepadamu
nasehatku jika aku hendak memberi nasehat kepada kamu, sekiranya Allah hendak
menyesatkan kamu, Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan".
· Kata لَكُمْ )lakum( pada kata أَنْصَحَ لَكُمْ )anshaha lakum( memberi
isyarat bahwa nasihat yang disampaikan itu semata-mata khusus buat mereka,
tidak ada manfaat yang diharapkan oleh penyampainya kecuali keridhaan Allah
swt., semata.
v
ayat: 41
Dan Nuh berkata: "Naiklah kamu
sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan
berlabuhnya". Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
· Kata مَجْرَا هَا )majraha( terambil
dari kata جَرَ ى )jara( yakni perjalanan/pelayaran. Sedangkan kata مُرْسَا هَا )mursaha( terambil
dari kataرَسَى
)rasa( yang
bermakna berhenti/berlabuh. Patron kedua kata itu dapat
berarti Waktu dan Tempat.
v
ayat: 48
Difirmankan: "Hai Nuh, turunlah
dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas
umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula)
umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian
mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami".
· Kata سَلاَ مْ )salam( terdiri
dari huruf sin, lam, dan mim. Makna dasar dari ketiga huruf tersebut adalah luput dari kekurangan, kerusakan, dan aib.
v
ayat: 50
Dan kepada kaum 'Ad (Kami utus)
saudara mereka, Huud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan
saja.
· Kata اَخَا هُمْ )akhahum( (saudara)
terambil dari kata أَخْ )akh(, yang
berarti sama/serupa. Seseorang yang serupa/sama ayah
dan ibunya dinamai bersaudara. Tetepi, tentu keserupaan bukan hanya terbatas
pada ibu bapak, bisa juga serupa/sama pada ibu saja, nenek moyang, agama,
wilayah hunian, atau kemanusiaan.
v
ayat: 52
Dan (dia berkata): "Hai kaumku,
mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia
menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan
kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa".
· Kata مِدْ رَارَا )midraran( dari kata اَلدَّ رُور )ad-darur( yaitu menuang dengan sangat banyak. Sebagian ulama berpendapat kata
tersebut dari kata اَلدّرْ )ad-darr( yang
berarti air susu, kemudian maknanya berkembang
menjadi hujan serta segala sesuatu yang bermanfaat. hal ini
behubungan dengan kaum Hud yang dikenal sebagai masyarakat petani. Sehingga,
turunnya hujan merupakan nikmat yang besar untuk mengairi pertanian mereka
sekaligus untuk menampung air di musim panas.
v
ayat: 67
Dan satu suara keras yang mengguntur
menimpa orang-orang yang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di
rumahnya,
· Kata جَا ثْمِيْنْ )jatsimin( jamak dari
kata جَا
ثِمْ )jatsim( yang
bermakna tertelungkup dengan dadanya sambil melengkungkan betis sebagaimana
halnya kelinci. Ini adalah gambaran dari ketiadaan gerak anggota tubuh, atau
dengan kata lain, ia menggambarkan kematian.
v
ayat: 74
Maka tatkala rasa takut hilang dari
Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, diapun bersoal jawab dengan
(malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth.
· Kata يُجَـــــادِلُــــنَا ) yujadiluna( dari kata جِدَالْ )jidal( yang
berarti berdiskusi, yakni menyampaikan pandangan dan
alasan kepada mitra bicara dan mendengar alasan dan penjelasan mitra bicara,
masing-masing berusaha meyakinkan mitranya tentang kebenaran pendapat yang
diajukannya.
v
ayat: 80
Luth berkata: "Seandainya aku
ada mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada
keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)".
· Kata أَوَّاهْ )awwah( adalah yang banyak berkata “ah”, yakni mengisyaratkan salah satu
sifat terpuji Nabi Ibrahim as., yaitu perhatian beliau yang sangat besar
terhadap penderitaan orang lain. Kata ini juga dipahami dalam arti banyak berdo’a.
v ayat: 85
Dan Syu'aib berkata: "Hai
kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu
merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan
di muka bumi dengan membuat kerusakan.
·
Kata تَعْـــثَـــوْا )ta’tsaw( dari kata عَــثَاءْ )atsa’( dan عَــاثَ )‘atsa( yakni jangan melakukan
perusakan dengan sengaja. Kata ini mengisyaratkan bahwa kesegeraan/tergesa-gesa
akibat mengikuti nafsu tidak menghasilkan kecuali perusakan.
v
ayat: 88
Syu'aib berkata: "Hai kaumku,
bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan
dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi
perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa
yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama
aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan
(pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya
kepada-Nya-lah aku kembali.
·
Kata تَوْفِــيْــــــــقُ )taufiq( yang
bermakna sesuai, pada ayat ini dalam arti keberhasilan. Hal ini Nabi Syu’aib as., menegaskan bahwa keberhasilan beliau semata-mata atas anugerah dan perkenan Allah
swt., tapa perkenan-Nya, ia tidak akan berhasil.
v
ayat: 91
Mereka berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak
mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar
melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena
keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang
yang berwibawa di sisi kami".
·
Kata رَهْــــط )rahth( (keluarga)
berarti kekuatan, kemudian makna ini berkembang
menjadi sekelompok orang yang beranggotakan tiga atau sembilan
atau sepuluh orang.
v ayat: 96
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
Musa dengan tanda-tanda (kekuasaan) Kami dan mukjizat yang nyata,
· Kata سُـــلْــطَانْ )sulthan( dari kata
yang bermakna menguasai. Dari sini,
kata penguasa dinamai sulthan/sultan. Banyak
ulama memahami bahwa bukti-bukti tersebut bisa berupa mukjizat yang bersifat
material atau bisa juga bukti-bukti rasional dan emosional.
v
ayat: 99
Dan mereka selalu diikuti dengan
kutukan di dunia ini dan (begitu pula) di hari kiamat. La'nat itu seburuk-buruk
pemberian yang diberikan.
· Kata قِيْ هَذِهِ )fi hadzihi( (di sini)
menunjuk ke dunia. Kata dunia tersebut
mengisyaratkan tentang kerendahan nilai dan kemegahan duniawi kekuasaan Fir’aun
dengan kepunahannya.
v ayat: 100
Itu adalah sebahagian dan
berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu
(Muhammad); di antara negeri-negeri itu ada yang masih kedapatan bekas-bekasnya
dan ada (pula) yang telah musnah.
· Kata قَـــــاءِمْ )qa’im( di sini adalah
negeri-negeri yang memiliki peninggalan lama seperti, Kairo, Mesir (Piramid dan
Sphinx), Yaman (Sana’a) peninggalan kaum Saba’ dan Tubba’, dan lain-lain yang
tersebar.
v
ayat: 105
Di kala datang hari itu, tidak ada
seorangun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada
yang celaka dan ada yang berbahagia.
· Firman-Nya:
"maka di antara mereka
ada yang celaka dan ada yang bahagia". Kata شَــقِيِّ )syaqiyy( adalah
seseorang yang sedang bergelimang dalam kecelakaan dan kesengsaraan serta
keburukan yang benar-benar tidak nyaman bagi yang bersangkutan, sedang kata سَــعِيْــدْ )sa’id( adalah
lawannya.
v
ayat: 107
mereka kekal di dalamnya selama ada
langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya
Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.
· Kata فَعَّــالْ )fa’al( )maha pelaksana) hanya
ditemukan dua kali dalam Al-Qur’an, yakni pada ayat ini dan ayat 16 surah
Al-Buruj. Keduanya dikemukakan dalam konteks ancaman.
v ayat: 109
Maka janganlah kamu berada dalam
keragu-raguan tentang apa yang disembah oleh mereka. Mereka tidak menyembah
melainkan sebagaimana nenek moyang mereka menyembah dahulu. Dan sesungguhnya
Kami pasti akan menyempurnakan dengan secukup-cukupnya pembalasan (terhadap)
mereka dengan tidak dikurangi sedikitpun.
·
Kata نَصِيبْ )nashib( dari kata نَصْبَ )nashaba( berarti
menegakkan sesuatu hingga nyata dan tampak. Yakni, walaupun mereka tidak
disiksa di dunia, yakinlah bahwa siksa mereka akan diberikan secara sempurna di
akhirat kelak.
v
ayat: 111
Dan sesungguhnya kepada masing-masing (mereka yang
berselisih itu) pasti Tuhanmu akan menyempurnakan dengan cukup, (balasan)
pekerjaan mereka. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
·
Kata لَــــــمَّا )lamma( asalnya
adalah لِمَنْ مَــــا )liman ma(, kata مَــــنْ ) man( yang
secara harfiah berarti siapa dipahami
dalam arti jamak karena itu ia diterjemahkan dengan mereka.
v
ayat: 112
Maka tetaplah kamu pada jalan yang
benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat
beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.
·
Kata فَـــــــاسْــتَقٍيْـــــــمِ ) fastaqim( dari kata قَـــــامَ ) qama( yang
berarti mantap, terlaksana, berkonsentrasi, serta konsisten. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan keadaan
yang terbaik dan sempurna bagi segala sesuatu sesuai dengan sifat dan cirinya.
v
ayat: 113
Dan janganlah kamu cenderung kepada
orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan
sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah,
kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.
·
Kata تَرْكُـــنُــوْا ) tarkunu( (cenderung) adalah kecenderungan kepada pendapat seseorang
karena hati atau pikiran Anda menyetujui pendapatnya.
v
ayat: 115
Dan bersabarlah, karena sesungguhnya
Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.
·
Kata مُحْسِــنِيْـــنْ ) muhsinin( adalah
jamak dari muhsin. Menurut
al-Harrali, sebagaimana dikutip al-Baqi’i adalah puncak kebaikan amal
perbuatan.
v ayat: 116
Maka mengapa tidak ada dari
umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang
daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di
antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang
yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan
mereka adalah orang-orang yang berdosa.
· Kata اِلاَّ )illa( pada
firman-Nya: اِلاَّ قَلِيْلَ
)illa qalilan( diterjemahkan
dengan kecuali sedikit, yaitu orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka. Maksud
dari kata ini adalah generasi terdahulu itu, mencegah kemungkaran, sedang yang
lain tidak mencegahnya.
v
ayat: 117
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan
membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang
berbuat kebaikan.
· Kata مُصْلِحُوْنَ )mushlihun( jamak dari
kata mushlih. Yaitu seseorang dituntut
setidaknya shalih, yakni memelihara nilai-nilai
sesuatu sehingga kondisi sesuatu itu tetap bertahan sebagaimana mestinya, agar
sesuatu itu tetap berfungsi dengan baik dan bermanfaat.
v
ayat: 120
Dan semua kisah dari rasul-rasul
Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu;
dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan
peringatan bagi orang-orang yang beriman.
· Kata ) قُؤِّدْ fu’ad( biasa
disamakan dengan kata قَلْــــبُ ) qalb(. Namun kata
tersebut lebih banyak digunakan untuk menunjuk pada wadah pengetahuan dan
kesadaran yang sangat mantap. Asy-Sya’rawi menjelaskan bahwa fu’ad adalah wadah keyakinan.
b.
Asbabun
Nuzul
a)
Ayat: 5,. “Ingatlah,
Sesungguhnya (orang munafik itu) memalingkan dada mereka untuk menyembunyikan
diri daripadanya (Muhammad)*. Ingatlah, di waktu mereka menyelimuti
dirinya dengan kain, Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang
mereka lahirkan,sesungguhnya Allah maha mengetahui segala isi hati.” (Hud:5)
*Maksudnya: menyembunyikan perasaan permusuhan dan
kemunafikan mereka terhadap nabi Muhammad s.a.w.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu
‘Abbas bahwa pada waktu itu banyak orang yang merasa malu apabila membuang
hajat karena kemaluannya akan terlihat langit dan malu bercampur dengan istri
karena kemaluannya akan terlihat langit. Maka turunlah ayat ini (Huud: 5)
berkenaan dengan mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan
lain-lain, yang bersumber dari ‘Abdullah bin Syaddad bahwa apabila bertemu
dengan Rasulullah saw. kaum munafikin suka memalingkan muka dan membalikkan
badan agar tidak terlihat oleh beliau karena malu. Maka turunlah ayat ini
(Huud: 5) yang menegaskan bahwa Allah Maha Mengetahui segala yang mereka
sembunyikan. Maka turunlah ayat ini.
b)
Ayat: 8,. “Dan Sesungguhnya jika kami
undurkan azab dari mereka sampai kepada suatu waktu yang ditentukan. niscaya
mereka akan berkata: “Apakah yang menghalanginya?” lngatlah, diwaktu azab itu
datang kepada mereka tidaklah dapat dipalingkan dari mereka dan mereka diliputi
oleh azab yang dahulunya mereka selalu memperolok-olokkannya.” (Huud: 8)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari
Qatadah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij
bahwa ketika turun ayat, iqtaraba linnaasi hisaabuhum…(telah
dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka…) (al-Anbiyaa’: 1),
berkatalah orang-orang: “Sesungguhnya saat (kiamat) telah dekat, maka
berhentilah kalian dari perbuatan menipu.” Mereka pun berhenti sebentar, namun
kembali melakukan tipu dayanya lebih jahat lagi. Maka turunlah ayat ini (Huud:
8) sebagai ancaman terhadap perbuatan mereka.
c)
Ayat: 15,. “Barang siapa menghendaki kehidupan
dunia dan perhiasannya, pasti kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan
mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan.”
(Hud: 15)
Diriwayatkan oleh Ibni Katsir dari
mujahid dan Anas bin Malik bahwasanya ayat ini turun berkenaan dengan
orang-orang munafik yang melakukan perbuatan baik karena ingin mendapat pujian
orang lain, mereka telah terkena penyakit sriya’. (Tafsir Ibnu Katsir)
d)
Ayat: 114,. “Dan Dirikanlah shalat itu pada
kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam.
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”
(surah: Hud ayat 114)
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan
Muslim) yang bersumber dari Ibnu Ma’ud bahwa seorang laki-laki, setelah mencium
seorang wanita, datang menghadap Rasulullah saw. seraya menerangkan peristiwa
tersebut. Maka Allah menurunkan ayat ini (Huud: 114) yang menegaskan kejahatan
itu dapat diampuni Allah dengan melaksanakan shalat lima waktu. Kemudian orang
itu berkata: “Apakah ini hanya berlaku bagi orang yang ada sekarang saja?” Nabi
menjawab: “Untuk semua umatku.”
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan lain-lain, yang
bersumber dari Abul Yasar bahwa Abul Yasar kedatangan seorang wanita yang mau
membeli kurma. Ia berkata: “Di rumahku ada kurma yang lebih baik daripada ini.”
Maka masuklah wanita itu bersamanya, kemudian ia merangkul wanita itu dan
menciumnya. Setelah itu ia menghadap Rasulullah saw. seraya menerangkan
kejadian tersebut. Bersabdalah Rasulullah saw.: “Beginikah engkau apabila
dititipi istri oleh suaminya yang sedang berperang?” Lama sekali Abul Yasar
menundukkan kepala. Berkenaan dengan peristiwa tersebut, turunlah ayat ini
(Huud: 114) yang memerintahkan untuk mendirikan shalat lima waktu, karena
perbuatan yang baik dapat menghapus perbuatan yang tidak baik.
c.
Munasabah (hubungan) yang ada di dalam QS. Hud
1. Munasabah Surah dengan Surah
Ø
QS. Hud: 1 dengan QS.
Yunus: 109
Surah Yunus diakhiri dengan dengan anjuran agar
mengikuti tuntunan kitab suci Al-Qur’an serta keharusan ta’bah dan bersabar
menghadapi tantangan penyampaian dan pengamalannya. Sedangkan ayat pertama
surah Hud ini berbicara tentang keistimewaan Al-Qur’an yang begitu agung dengan
penciptaannya.
Ø
QS. Hud: 114 dengan QS.
Al-Ankabut: 45
Shalat yang di maksud di sini adalah shalat wajib lima
waktu. Sementara kaum Sufi memahaminya dalam arti perintah untuk melakukan
kegiatan ibadah, baik yang wajib maupun sunnah, sepanjang hari.
Ø
QS. Hud: 118 dengan QS.
Az-Zukhruf: 32
Perselisihan dan perbedaan yang terjadi pada manusia
dapat menimbulkan kelemahan serta ketegangan antara mereka , tetapi dalam
kehidupan ini ada perbedaan yang tidak dapat dihindari, yaitu ciri dan tabiat
manusia yang pada gilirannya menimbulkan perbedaan-perbedaan dalam banyak hal.
2. Munasabah Ayat dengan Ayat
Ø
QS. Hud: 6 dengan QS.
Hud: 88
Munasabah ayat ini adalah bukti yang Allah berikan
kepada nabi Syu’aib as. Yaitu berupa rezeki, rezeki di sini dimaknai dengan
Kenabian nabi Syu’aib as.
Ø
QS. Hud:45-46 dengan
QS. Hud:48
Dalam ayat ini Nabi Nuh as. Berdo’a agar anak dan
istrinnya diselamatkan dari azab-Nya. Kemudian dijelaskan bahwa, Allah melarang
memohon do’a keselamatan bagi orang kafir.
Ø
QS. Hud: 116-117 dengan
QS. Hud: 102-103
Menurut Thahir Ibn ‘Asyur, ayat tersebut memerintahkan
agar selalu Istiqomah serta melarang melampaui batas dan cenderung mengandalkan
orang-orang yang zalim.
d.
Kandungan surah Hud
1.
Keimanan
Adanya
'Arsy-nya Allah, kejadian alam dalam 6 phase, dan adanya golongan-golongan
manusia di hari kiamat.
2.
Hukum-hukum
Agama membolehkan menikmati yang
baik-baik dan memakai perhiasan asal tidak berlebih-lebihan, tidak boleh
berlaku sombong, tidak boleh berdo’a atau mengharapkan sesuatu yang tidak
mungkin menurut sunnah Allah.
3.
History (kisah-kisah)
Kisah dakwah nabi Nuh a.s. dan
kaumnya, kisah dakwah nabi Hud a.s. dan kaumnya, kisah dakwah nabi Shaleh a.s.
dan kaumnya, kisah dakwah nabi Ibrahim a.s. dan kaumnya, kisah nabi dakwah
Syu'aib a.s. dan kaumnya, kisah dakwah nabi Luth a.s. dan kaumnya, kisah dakwah
nabi Musa a.s. dan kaumnya.
4.
Dan lain-lain
Pelajaran-peIajaran yang diambil
dari kisah-kisah para nabi, air sumber segala kehidupan (air wudhu’), sholat
itu dapat memperkuat iman, sunnah Allah yang berhubungan dengan kebinasaan
suatu kaum.
C.
LANGKAH-LANGKAH
PENAFSIRAN TAFSIR AL-MISHBAH DALAM QS. HUD
I.
Tafsir Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an
Ø
QS.
Hud: 3 dengan QS. Thaha: 124
Pada surah Hud Allah memerintahkan agar kita meminta
ampunan dan bertaubat kepada-Nya. Sedangkan surah Thaha memberikan peringatan
kepada kita bahwa, barangsiapa yang tidak melaksanakan perintah Allah, maka
penghidupannya akan sempit.
Ø
QS. Hud: 31 dengan QS.
Al-Furqon: 20
Allah telah memberikan cobaan kepada nabi Hud.
Kemudian dijelaskan bahwa cobaan tersebut merupakan ujian dari Allah. Apakah
nabi Hud tersebut bersabar atau tidak atas ujian tersebut.
Ø
QS. Hud: 61 dengan QS. Al-A’raf:
205
Ayat tersebut menyerukan kepada kaum kafir agar
menyembah Allah dan selalu meminta pertolongan hanya kepada-Nya. Sedangkan bagi
kaum muslim sendiri agar selalu instrofeksi dan selalu mendekatkan diri kepada
Allah dengan berdo’a kepada-Nya.
II.
Tafsir Al-Qur’an dengan
Hadis
ü
QS. Hud: 2 dengan Hadis
Dari Abu Dzar ra, dia berkata, “Nabi saw., bersabda,
Jibril as. mendatangiku dengan membawa kabar gembira bahwa barang siapa di
antar umatmu meninggal dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu,
maka ia masuk surga. Aku (Abu Dzar) bertanya, meskipun ia berzina dan mencuri?
Nabi saw., menjawab, ‘Meskipun ia berzina dan mencuri’”. (HR. Muslim, 137)
ü
QS. Hud: 43 dengan
Hadis
Dari Abdullah bin Umar r.a, dia berkata, Aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda, “Jika Allah menghendaki siksaan untuk semua kaum,
maka siksaan tersebut akan menimpa orang-orang yang ada di tengah-tengah
mereka, kemudian mereka akan dibangkitkan sesuai dengan amalnya.” (HR. Muslim,
5127)
ü
QS. Hud: 114 dengan
Hadis
Amir bin Rabi’ah berkata, Aku melihat Rasulullah dan
beliau berada di atas kendaraan mengerjakan shalat pada malam hari. Beliau
memberikan isyarat dengan kepalanya dengan menghadap ke arah mana saja
kendaraannya menghadap. Beliau tidak pernah melakukannya pada shalat wajib.” (HR. Bukhari, 575)
BAB III
PENUTUP
D.
Kesimpulan
Surah
ini awalnya membahas tentang kisah nabi hud as., karena nama nabi hud as.,
banyak di sebut di dalam surah ini, demikian juga keluasan ilmu Allah yang
menurunkan kitab suci Al-Qur’an serta memerintahkan untuk tidak menyembah
selain Allah.
Sifat dasar manusia adalah,
berputus asa saat kenikmatan dicabut dan lalai saat dilimpahkan rezeki.
Orang-orang yang senantiasa berbuat baik dan bersabar, baik ketika berlimpah
rezeki maupun ketika dalam keadaan kekurangan, akan dianugerahi oleh Allah ampunan
dan pahala-Nya.
Di dalam surah ini juga membahas tentang
cerita-cerita yang di alami oleh nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw., dan
umatnya. Sedangkan cerita-cerita tersebut dapat dijadikan pelajaran bagi kita.
Agama membolehkan kita untuk menikmati semua
perhiasan yang ada di dunia, tetapi hal tersebut di larang jika manusia selalu
berlebih-lebihan. Kemudian selain dilarang berlebih-lebihan, kita juga dilarang
berlaku sombong kepada orang yang ada di sekitar kita atau orang yang ada di
bawah kita.
Surah ini memberi gambaran masalah
orang-orang yang berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan, tetapi mereka hanya
ingin memperoleh pujian semata. Orang-orang yang seperti ini akan dibinasakan
oleh Allah, seperti umat-umat terdahulu.